Wednesday, August 1, 2007

GRATIFIKASI

Perspektif Yuridis

Korupsi Seringkali berasal dari kebiasaan yang tidak disadari oleh Pegawai Negeri dan Pejabat Penyelenggara Negara, misal penerimaan hadiah oleh Pejabat dan Keluarganya dalam suatu acara pribadi , atau menerima pemberian tertentu seperti diskon yang tidak wajar atau fasilitas perjalanan.Hal semacam ini lama kelamaan akan menjadi kebiasaan yang cepat atau lambat akan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh Pegawai Negeri atau Pejabat Penyelenggara Negara yang bersangkutan. Banyak orang berpikir dan berpendapat bahwa pemberian itu sekedar tanda terima kasih dan sah-sah saja. Namun perlu disadari , bahwa pemberian tersebut selalu terkait dengan jabatan yang dipangku oleh penerima serta kemungkinan adanya kepentingan –kepentingan dari pemberi, dan pada saatnya Pejabat penerima akan berbuat sesuatu untuk kepentingan pemberi sebagai balas jasa.Karena itulah UU mengatur tentang Gratifikasi yaitu pemberian dalam arti luas kepada Pegawai Negeri dan Pejabat Penyelenggara Negara.Ada baiknya kita ketahui dengan benar, apa saja yang termasuk dalam katagori korupsi, agar kita bisa mulai memperbaiki sikap dan perilaku kita dalam rangka memberantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di negeri tercinta ini.Dasar Hukum :Pasal 12B ayat (1) UU No. 31/1999 yo UU No. 20/2001, berbunyi SetiapGratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Pasal 12C ayat (1) UU No. 31/1999 yo UU No. 20/2001, berbunyi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK. PengertianMenurut UU No.31/1999 yo UU No. 20/2001 Bab penjelasan Pasal 12B ayat (1), Gratifikasi adalah : Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, [pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan wisata, pengobatan Cuma-Cuma dan fasilitas lainnya.)Penyelenggara Negara (PN) (UU No. 28 /1999)1. Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara;2. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara;3. Menteri;4. Gubernur;5. Hakim;6. Pejabat negara yang lain :
(a. Duta besar b. Wakil Gubernur c. Bupati/Walikota) 7. Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis a. Komisaris, Direksi dan Pekjabat Strutural pada BUMN dan BUMD b. Pimpinan BI c. Pimpinan Perguruan Tinggid. Pejabat Eselon satu dan Pejabat lain yang disamakan pada lingkungan Sipil & Militere. Jaksaf. Penyisikg. Panitera Pengadilanh. Pimpinan Proyek atau Bendaharawan ProyekPegawai NegeriSesuai dengan UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001

Perspektif Sosiologis

Gratifikasi dipahami dari sudut pandang normatif adalah menjadi keharusan, yang Law enforcement-nya menjadi tanggung jawab instansi/lembaga Negara yang telah ditentukan. Dalam system peradilan pidana di Indonesia sudah jelas, yaitu Hakim, Jaksa, Polisi dan yang sekarang memiliki kewenangan superbody adalah KPK. Lantas, bagaimana memahami gratifikasi dari sudut pandang selain pejabat Negara, apakah masih akan berlaku juga istilah gratifikasi atau yang lain???
Dalam konteks paparan kali ini, sudut pandang yang saya ambil adalah PERADI sebagai organisasi advokat yang dibentuk berdasarkan amanat UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Jika demikian, apakah secara serta merta PERADI dapat dikategorikan sebagai bagian dari pejabat Negara??? Tentu akan banyak jawaban dengan berbagai sudut pandang yang berbeda.

Lantas sejauh mana gratifikasi ini bisa berlaku terhadap organisasi profesi yang juga melakukan public service layaknya pejabat negara???
Dari aspek fungsional, PERADI jelas melakukan pelayanan umum kepada advokat maupun calon advokat. Hal ini tentu sangat rentan terjadinya praktek KKN dengan motif tujuan yang beranekaragam. Sehingga diperlukan suatu sistem yang mengarah terciptanya clean organization atau di pemerintahan di kenal istilah Clean Governance.

Di sisi lain PERADI sebagai organisasi advokat, sifatnya independent, artinya secara structural dalam system pemerintahan, tidaklah dapat dikategorikan sebagai pejabat Negara, mengingat secara logika administrasi pun tidak terikat dengan procedural keuangan apalagi kebijakan Negara. Ia menjadi organisasi profesi dengan para anggota adalah professional advokat. Sehingga sudut pandang PERADI sebagai bagian dari pejabat negara menjadi kabur. Lantas, apakah masih akan berlaku istilah Gratifikasi dalam hal ini ataukah pemberlakuan Gratifikasi/law enforcement-nya bisa diberlakukan terhadap pengurus dan staff kesekretariatan PERADI. Tentu dalam memandang hal ini jangan disalah tafsirkan KKN yang berlaku keluar (artinya diluar keanggotaan) tapi lebih cocok adalah intern keanggotaan PERADI, karena kalau diberlakukan KKN ke luar dari lingkup PERADI, jelas itu akan menjadi pidana korupsi dan tidak bisa ditawar akan berlaku ketentuan-ketentuan yang relevan dengan tindak pidana yang terjadi.

Secara de Facto, ditilik dari SDM yang mayoritas masih kategori usia muda, kesekretariatan PERADI adalah modal awal yang sangat potensial untuk diciptakannya kondisi organisasi yang bersih dari KKN, baik dari eksternal maupun dari internal anngota PERADI itu sendiri. Hanya saja, akan menjadi "mandul" jargon-jargon terciptanya organisasi yang bersih, sementara aspek-aspek yang menjadi kebutuhan kesekretariatan sebagai penopang organisasi ini terabaikan, Misal, aspek ekonomi yaitu pendapatan yang musti diimbangkan dengan besarnya tanggung jawab yang harus dipikulnya. Hal ini karena sangat besar andilnya dalam tercipta atau tidak terciptanya sebuah organisasi profesi yang diidamkan. Aspek lain adalah peraturan organisasi sebagai Rule of Game-nya. Tanpa adanya aturan, akan mustahil sebuah organisasi dapat berjalan dengan baik. Selain aspek-aspek yang lain seperti komunikasi dan lain-lain. Karena tidak cukup hanya dengan SDM yang baik saja, tapi juga dibutuhkan sebuah system yang baik pula. Jadi penggunaan istilah gratifikasi jika diberlakukan dalam konteks organisasi PERADI, perlu dilakukan pembahasan lebih dalam untuk ditemukan sebuah formula yang susuai dengan kebutuhan dan system kerja organisasi.

No comments: