Thursday, November 29, 2007

Kick Andy Episode Kepala Sekolahku “Pemulung”

Meski malam itu saya tidak mengikuti acara Kick Andy di salah satu stasion televisi swasta nasional dari awal, namun saya masih sempat mengikuti acara itu sampai selesai. Tokoh yang di angkat dalam episode kali ini sangat menarik, memesona saya, dan bahkan mengaduk emosional jiwa, membawa penonton seakan ingin ada ditengah kehidupan sang tokoh...Ahh, hanya khayal-ku semata!

Dari beberapa tokoh yang ditampilkan, mulai dari : sang tokoh yang susah mengenyam pendidikan di daerah Entikong, pun tokoh yang hanya lulusan SD namun karena tuntutan kebutuhan pendidikan di daerahnya, terpaksa harus mengajar dengan hanya berbekal tamatan SD, dan uniknya sang guru yang merangkap kepala sekolah harus mengajar 3 kelas sekaligus. Dapatkah anda membayangkan? Dalam waktu yang bersamaan harus mengajar 3 kelas? Ternyata sang guru tak kalah cerdiknya. 3 Ruangan kelas akhirnya di gabung dengan satu fokus Sang guru bisa tetap di bangku duduknya...hem, bener juga! Terkadang kecerdikan dan kegigihan muncul saat situasi dan kondisi begitu menghimpit. Meski konklusi ini tidak dapat saya dukung dengan tampilan data-data sehingga keakuratan kesimpulan itu mendekati kebenarannya.

Tokoh selanjutnya adalah sang guru yang mampu menciptakan beragam peragaan matematika, fisika dengan memanfaatkan limbah sekitar, seperti kardus, botol dan lainnya dalam mengajar. Dengan metode cerdik ini, ternyata mampu membawa para murid merasakan enjoy dengan pelajaran yang selama ini terkesana “menyeramkan”, sungguh menyenangkan bukan, kalau setiap pendidik memiliki kreatifitas dalam mentransfer keilmuannya ke para murid seperti sang guru. Dengan demikian dapat merangsang daya kreatifitas para murid atau bahkan mampu mengeksplorasi bakat dan kemampuan masing-masing peserta didik. Tentu hal ini tidak mudah, karena masih hampir sebagian besar “mind” murid berprestasi itu dari itung-itungan kalkulasi matematis, tolok ukurnya nilai yang tinggi/besar. Begitulah seharusnya kita menjadi pembelajar yg baik.

Akhir tayangan episode kali ini, dihadirkan pula sosok yang saya bingung bagaimana mencoba untuk menyebut sang tokoh. Jika sang pembuat film menyebutnya “manusia setengah dewa”, saya pun tak bisa membantahnya. Bagaimana anda dapat membayangkan dengan predikatnya sebagai Kepala Sekolah, yang harusnya berkutat dengan pulpen dan kertas, kini harus merangkap peran lain dan akrab dengan sampah-sampah. Hingga judul itu pun muncul, Kepala Sekolahku “Pemulung”. Hanya sebuah decak kagum dan simpati, kalau pinjam istilah jepang “ nattoku ikanai”(=nalarku tidak jalan). Dalam wawancara itu mengalir semua kisah keluarga sang tokoh. Dengan kondisi yang serba kekurangan, kegigihannya untuk terus mampu menjadi kepala keluarga dengan menjadi pemulung setelah pulang dari sekolah demi mencukupi kebutuhan anak dan isterinya yang sedang menderita kanker otak, cukup untuk membuat nalarku tidak jalan(nattoku ikanai). Sungguh sebuah peran, yang saya fikir tidak ada satu pun manusia, yang mau dengan kondisi seperti Sang tokoh, namun kini ia hadir dengan perannya itu. Bukan hal mudah yang dapat dukungan dari pihak sekitar termasuk sekolah, apalagi statusnya sebagai guru selayaknya bisa melakukan tambahan pelajaran ke siswanya dengan membuka les/bimbingan belajar tambahan. Alhasil, sang tokoh dengan tegas menjawab bahwa sisa waktu dari pulang sekolah itu tak cukup untuk mengembalikan konsentrasinya guna melanjutkan mengajar. Hingga akhirnya memulung sampah yang telah dilakoninya selama 15 (lima belas) tahun, cukup membuat perannya sebagai kepala keluarag menjadi sempurna (dalam hal ini tentu penghasilan yng diharapkan mampu membiayai kebutuhan keluarganya). Hal ini nampak dari pernyataan sang isteri, sebagaimana saya kutip saat mendengar penuturannya, ” saya menerima bapak apa adanya, karena dia sudah mampu menghidupi saya dan anak-anak saya meski dengan penghasilan yang tak seberapa”. Sungguh mulianya hati sang isteri, akibat kanker yang dideritanya saat ini, mata sebelahnya hampir tak bisa dipakai untuk melihat dengan normal. Begitulah, kisah kepahlawanan sejati selalu tumbuh dan hadir di saat kondisi keterbatan dan kekurangan, ketakutan serta kepasrahan setelah berusah, menjadi pernik-pernik dalam lingkup kehidupan sang pahlawan.

Potret kehidupan pahlawan tanpa tanda jasa ini seharusnya, mampu menguatkan komitmen pemerintah dalam merealisasikan APBN untuk pendidikan yang 20%, bukan hanya sekedar Kata atau NATO (No Action Talk Only). Rakyat menunggu bukti.

Satu lagi pelajaran saya dapatkan. Berangkat dari sebuah ketulusan dan kemurnian niat dari sang tokoh dengan perannya sebagai ”kepala sekolah” sekaligus ”kepala keluarga” dan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, namun dia mampu menjadi Lelaki ”hebat”, karena semua itu tak lepas dari tokoh di balik semua itu, isterinya yang menjelma menjadi sosok perempuan yang ”hebat”.

wallahu’ alam bishowab

Saturday, November 24, 2007

Sang Lawyer Tegas dan Berani itu...!

Tokoh momunental di kalangan Al-Ikhwan satu ini, adalah sosok yang begitu Tegas dan Berani, pemilik jiwa-jiwa Pengobar itu tak lain Ustadz Umar Abdul Fattah bin Abdul Qadir Mushthafa Tilmisan. Lahir dan besar dalan suasana yang jauh dari bid’ah. Sampai akhirnya beliau mengambil Kuliah di Fakultas Hukum dan jalan “Lawyer” menjadi pilihannya untuk berjuang bersama Al-Ikhwan.

Kesibukan beliau sebagai pengacara tidak membuatnya lupa untuk selalu menuntut ilmu. Beliau banyak menelaah berbagai ilmu, seperti : tafsir, hadits, fiqh, sirah, tarikh dan biografi tokoh. Syaikh Umar Tilmisani juga mengikuti perkembangan berbagai konspirasi-konspirasi yang bertujuan menjatuhkan umat Islam.

Di era modern seperti sekarang, sosok lawyer yang memiliki kejernihan hati, kebersihan jiwa, kehalusan ucapan, keindahan ungkapan yang keluar dari lisannya, lidah yang fasih dengan teknik berdebat dan dialog yang sangat tersusun layaknya Umar Tilmisani, begitu sulit dijumpai, saya tidak mengatakan “tidak” ada, sekali lagi sangat sulit, dan sudah saatnya sosok tokoh satu ini dihidupkan kembali untuk mendukung terbentuknya lawyer-lawyer yang handal di negeri ini, tidak hanya handal dari sisi profesionalitas tapi juga sisi religi yang begitu kental, mewarnai tiap langkahnya.

Suatu ketika, Umar Tilmisani ini menceritakan tentang dirinya :”karena itu saya tidak bermusuhan dengan siapapun, kecuali dalam rangka membela kebenaran atau mengajak menerapkan kitabullah. Kalaupun ada permusuhan, maka itu berasal dari pihak mereka, bukan dariku. Saya bersumpah untuk tidak menyakiti seorangpun dengan kata-kata kasar, meskipun tidak setuju dengan kebijakannya atau bahkan dia menyakitiku. Karena itu, tidak pernah terjadi permusuhan antara diriku dengan seseorang karena masalah pribadi". Al hasil, tidak berlebihan kalau disimpulkan bahwa siapapun yang keluar dari majelisnya pasti mengagumi, menghormati dan mencintai tokoh unik ini. Dan sifatnya yang tak kalah unik, adalah beliau sangat pemalu, seperti diketahui orang-orang yang mengenalnya dari dekat.

Sisi lain era dulu dan sekarang, jika beliau menjadi tegas dan tegar lantaran pemerintah saat itu memenjarakan beliau hingga hampir dua puluh tahun, bagaimana dengan kita saat ini? Alam demokrasi sudah semakin membuat kita leluasa dalam berkreasi dan mengeksplorasi diri, namun akankah jiwa-jiwa pembaharu itu juga muncul di kita? Bagaimana kita dapat mengutip hikmah dari beliau, ketika dalam wawancaranya beliau mengatakan,
:”Tabiat yang membesarkanku membuatku benci kekerasan, apapun bentuknya. Ini bukan hanya sekedar sikap politik, tetapi sikap pribadi yang terkait erat dengan struktur keberadaanku. Bahkan, andai didzalimi, saya tidak akan menggunakan kekerasan. Mungkin saya menggunakan kekuatan untuk mengadakan perubahan, bukan untuk kekerasan.”

Dalam untain nasehatnya terhadap generai muda, Syaikh Umar Tilmisani berkata
:”Tantangan akan semakin berat dan sukar, bagi mereka yang berjuang di jalan kebenaran. Meski begitu, unsur lain yang tidak kalah penting, menurut beliau adalah Yakin pada sang Pencipta. Bagaimana kisah ini dapat terbukti pada saat peperangan antara pasukan Thalut dan Jalut. Menurut logika dan akal manusia, pasukan Thalut yang beriman tidak mampu melawan Jalut dan tentaranya. Tetapi, ketika pasukan kaum mukmin yakin kemenangan itu datang dari Allah Ta’ala, bukan hanya bergantung pada jumlah pasukan dan kelengkapan persenjataan, maka mereka dapat mengalahkan Jalut dengan izin Allah Ta’ala. Saya tidak meremehkan kekuatan pribadi, juga tidak meminta da’i selalu membisu, zikir dengan menggerakkan leher ke kanan dan ke kiri, memukulkan telapak tangan dan menengadahkan dagu, karena itu semua bencana yang membahayakan dan mematikan. Sesungguhnya yang saya inginkan ialah berpegang teguh dengan wahyu Allah Ta’ala, berjihad dengan kalimat yang benar, tidak menghiraukan gangguan, menjadikan diri sebagai teladan dalam kepahlawanan, bersikap ksatria, istiqomah dan yakin bahwa Allah Ta’ala pasti menguji hamba-hamba-Nya dengan rasa takut, lapar, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, agar dapat diketahui siapa yang tulus dan siapa yang munafik. Aspek-aspek inilah yang merupakan faktor-faktor penyebab kemenangan. Kisah-kisah di dalam Al-Quran merupakan argumen paling baik dalam masalah ini."

Semangat pemuda yang diiringi pemahaman mendalam tidak memerlukan banyak eksperimen, tetapi sangat memerlukan kesabaran, kekuatan dan komitmen pada aturan Al-Quranul Karim, dan mengkaji sirah generasi pendahulu yang telah menerapkannya di setiap aktivitas mereka. Itu penting agar karuni kemenangan, kemuliaan dan kekuasaan yang hampir mustahil, senantisa tercurah. Satu lagi, Umar Tilmisani menempuh jalan tidak konfrontatif dengan penguasa dan berkali-kali beliau menyerukan,
"Bergeraklah dengan bijak dan hindarilah kekerasan dan extremisme."

Tak sekedar kata
Tapi ini langkah nyata

Wallahu’alam bishowab

Monday, November 12, 2007

Iman itu Cerita Keajaiban...!

Semoga suguhan ini memberikan kita sebuah suplemen vitamin energi spiritual kita dalam merancang dan menyonsong sebuah kesuksesan dalam konteks lebih luas. Bermula dari sebuah pola pikir dan tergerak dalam sebuah ritme langkah-langkah teratur dan terarah untuk sebuah revolusi diri, bermula dari "ia", Iman. Bagaimana seorang M. Matta berujar dalam paparan bahasa tulisannya yang sangat khas, lugas, sederhana dan tentu sarat makna untuk menambah khasanah keilmuan kita. Berikut bagian dari Buku (“Menuju Cahaya” Recik-Recik Tarbiyah & Dakwah M. Anis Matta), yang sengaja saya bagi dengan teman-teman sekalian. Selamat membaca dalam sempitnya waktu yang teman semua miliki, semoga bermanfaat :

## Iman adalah sumber jiwa yang senantiasa memberikan kita kekuatan untuk bergerak menyemai kebaikan, kebenaran dan keindahan dalam zaman kehidupan, atau bergerak mencegah kejahatan, kebathilan dan kerusakan di permukaan bumi. Iman adalah gelora yang memberi inspirasi kepada pikiran-pikiran kita, maka lahirlah bashirah. Iman adalah cahaya yang menerangi dan melapangkan jiwa kita, maka lahirlah taqwa. Iman adalah bekal yang menjalar di seluruh bagian tubuh kita, maka lahirlah harakah. Iman menentramkan perasaan, menguatkan tekad, dan menggerakkan raga kita.

Iman merubah individu menjadi baik, dan kebaikan individu menjalar dalam kehidupan masyarakat, maka masyarakat menjadi erat dan dekat. Yang kaya di antara mereka menjadi dermawan, yang miskin menjaga Iffah (menjaga kehormatan dan harga diri), yang berkuasa menjadi adil, yang ulama menjadi taqwa, yang kuat menjadi penyayang, yang pintar menjadi rendah hati, yang bodoh menjadi pembelajar. Ibadah mereka menjadi sumber kesalehan dan kedamaian, ilmu pengetahuan menjadi sumber kekuatan dan kemudahan, kesenian menjadi sumber inspirasi dan semangat kehidupan.

Jika anda bertanya, mengapa Bilal dapat bertahan di bawah tekanan batu karang raksasa dengan terik matahari padang pasir yang membakar tubuh? Mengapa ia membunuh majikannya dalam perang Badar? Mengapa ia yang tadinya hanyalah seorang budak bisa berubah menjadi pembesar Islam? Lalu, mengapa Abu Bakar yang lembut menjadi sangat keras dan tegar saat Perang Riddah? Mengapa Umar Bin Khattab r.a. yang terhormat mau membawa gandum ke rumah seorang perempuan miskin di malam hari?

Mengapa Khalid Bin Walid lebih menyukai malam-malam dingin dalam Jihad fi Sabilillah daripada seorang perempuan cantik di malam pengantin? Mengapa Ali Bin Abu Thalib mau memakai selimut Rasulullah SAW dan tidur di kasur beliau saat dikepung menjelang hijrah, atau hadir dalam pengadilan saat beliau menjadi khalifah untuk diperkarakan dengan seorang warganya yang Yahudi? Mengapa pula Utsman bin Affan bersedia menginfakan semua hartanya, bahkan membiayai sebuah peperangan di masa Rasulullah SAW seorang diri? Jawaban semua itu ada disini :
Iman!

Sejarah Islam sepanjang lima belas abad ini mencatat, kaum muslimin meraih kemenangan-kemenangan dalam berbagai peperangan, menciptakan kemakmuran dan keadilan, mengembangkan berbagai macam ilmu pengetahuan dalam peradaban...Apa yang membuat mereka mencapai semua itu? Itulah saat dimana Iman mewarnai seluruh aspek kepribadian setiap individu muslim, dan mewarnai seluruh sektor kehidupan.

Tapi sejarah juga menorehkan luka. Pasukan Tartar membantai 80.000 orang kaum muslimin di baghdad, pasukan Salib menguasai Al-Quds selama 90 tahun, surga Andalusia hilang dari genggaman kaum muslimin dan direbut kembali oleh kaum Salib, Khalifah Utsmaniyah di Turki dihancurkan gerakan Zionisme internasional...Apa penyebab kehancuran ini? Itulah saat di mana iman hanya menjadi ucapan lisan dan tidak mempunyai hakikat dalam jiwa dan pikiran, tidak memberi vitalitas dan dinamika dalam kehidupan, lalu tenggelam dalam lumpur syahwat. Karena itulah penguasa mereka menjadi zhalim, orang kaya menjadi pelit, orang miskin menjadi pengkhianat, dan tentara mereka tidak punya nyali!

Abu Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi mengatakan : saat kejayaan adalah saat iman, dan saat keruntuhan adalah saat hilangnya iman. Sebagaimana iman menciptakan keajaiban di alam jiwa, seperti itu juga ia menulis cerita keajaiban di alam kenyataan. Gelora dalam jiwa pun menjelma menjadi prestasi-prestasi sejarah.

Allah Swt, berfirman : “ Dari apakah orang yang sudah mati kemudian kami hidupkan dan kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-sekali tidak dapat keluar daripadanya? Demikianlah kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan...” (Q.S. Al-An’am :122)

Sekarang, ketika berbicara tentang proyek kebangkitan Islam, kita bertemu lagi dengan aksioma ini, saat kejayaan adalah saat iman. Iman Syahid Hasan Al-Banna mengatakan :
“Orang-orang yang bekerja atau mengajak untuk membangun umat, mendidik bangsa, memperjuangkan dan mewujudkan misi dan nilai-nilai dalam kehidupan, haruslah mempunyai kekuatan jiwa yang dahsyat yang mengejawantah dalam beberapa hal:

  • Tekad baja yang tak tersentuh oleh kelemahan.
  • Kesetiaan abadi yang tak terjamah oleh penyimpangan dan pengkhianatan.
  • Pengorbanan mahal yang tak terhalang oleh keserakahan atau kebakhilan.
  • Pengetahuan, keyakinan, dan penghargaan terhadap konsep perjuangan yang dapat menghindarkan dari kesalahan, penyimpangan, tawar-menawar atau tertipu dengan konsep yang lain.

Keempat hal tersebut sesungguhnya merupakan pekerjaan-pekerjaan khusus jiwa. Hanya di atas pilar-pilar dasar itu, dan hanya di atas kekuatan spiritual yang dahsyat itu sajalah umat yang sedang bangkit terdidik dan bangsa yang kokoh terbentuk. Siklus kehidupan akan terbarui kembali bagi mereka yang tak pernah memiliki kehidupan dalam waktu yang lama. Bangsa yang tidak memiliki sifat ini, atau setidak-tidaknya tidak dimiliki oleh para pemimpin dan pembaharunya, adalah bangsa yang miskin dan tersia-siakan, yang tak pernah meraih kebaikan atau mewujudkan cita-cita. Mereka hanya akan hidup dalam dunia mimpi-mimpi, bayang-bayang dan kesemuan.
sesungguhnya dugaan-dugaan itu sama sekali tidak berguna untuk (mendapatkan) kebenaran...(Q.S. Yunus:36). Inilah sunnah Allah bagi seluruh makhluk-Nya, dan tidak akan ada penggantinya. “sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sampai kaum itu sendiri yang merubah diri-diri mereka sendiri..."(Q.S. Ar-Rad:11).

Demikianlah...Jelas sudah, apa yang dibutuhkan gerakan kebangkitan umat saat ini adalah mempertemukan umat dengan sumber energi spiritual mereka:
Iman!

Itulah persolan kita, bahwa ada banyak kabut yang menyelimuti pemahaman kita mengajarkan hakikat iman. Kesalahan atau kedangkalan dalam pemahaman tentang Iman, disertai kesalahan dalam menyusun dan mengajarkannya, adalah sebab utama yang membuat iman kita tidak bekerja semestinya. Ia tidak memberi inspirasi pada pikiran, tidak menerangi jiwa, tidak melahirkan tekad dan tidak juga menggerakkan raga kita untuk bekerja menyemai kebenaran, kebaikan dan keindahan dalam taman hidup kita. Karenanya tidak ada keajaiban di alam jiwa, dan tidak akan terangkai keajaiban itu dalam sejarah kita.##

Masihkah keraguan itu menggelayut manja dalam pikiran-pikiran kita akan ketidakberdayaan diri mencapai sebuah kesempurnaan Iman??? Pertanyaan ini juga yang senantiasa menjadi “pecut” diri saya untuk senantiasa menjadikan perubahan dimulai dari kita, dari saat ini. Tak akan ada langkah besar tanpa sebuah awalan dan langkah-langkah kecil sebagai permulaannya.
Wallahu’alam Bishowab!

Di Pagi Jakarta yang mendung euy...!