Saturday, December 22, 2007

Diary 3

Pertanyaan yang pertama muncul adalah, mengapa ketika datang sebuah masalah, justru membuat seseorang “dituntut” menjadi lebih sedikit produktif dari kesehariannya. Fenomena paradoks, namun hal yang seharusnya menjadi pelajaran tersendiri buat kita semua. Semua ada masanya, itu point pelajaran moral yang saya dapat! Hanya saja, bagaimana jika si empunya masalah menjadi tidak keluar, science of humanism-nya? Bukankah masalah justru malah membuat “gawat” keadaaan, artinya hal ini akan berkebalikan dari pertanyaan awal saya di atas. Hidup...Hidup, selalu penuh warna dan pesona. Mampukah kita bersikap bijak dan arif...?

Cinta pun memiliki karakter yang sama dari banyaknya warna di kehidupan ini. Jika dengan cinta, seseorang mampu melakukan hal di luar “kemampuan” logika seseorang, namun cinta juga mampu membunuh “karakter”, seseorang. Mungkin dari awalnya pemurung jadi pribadi periang, dari pribadi tertutup menjadi pribadi terbuka yang mampu menampung segala keluh, yach begitulah Cinta telah menempati porsi terbesar, namun tak terwujud dalam diri manusia.

Bagaimana anda mampu membaca tak sekedar kalimat yang terangkai, tapi lebih ke pesan yang tersembunyi di balik sang pencetus untaian buah pikir berikut?

Telah ku tawan cintaku pada sudut ruangan yang kedap suara
Hingga tak lagi terdengar nyanyian rindu pada sang kekasih
Pun tak tersisa sedikit saja celah hingga nafas kemerdekaan itu mampu menerobos membelai lembut wajah ayunya yang mulai layu
Sungguh terlalu memang!
Namun apa daya, hanya itu kebijakan yang harus di tempuh
Kejam namun pengekangan yang cukup realis

Maafkan aku cinta

Bagitu spontan kurasa ide seperti itu muncul dalam banyaknya waktu yang kita punya. Dari satu tema ke tema lain. Sebenarnya anda pun bisa melakukan hal di luar kaidah ilmiah yang pakem dari setiap disiplin ilmu. Saya menyebutnya “Pujangga Teri”( bukan bearti saya menganggap bdg kesusastraan rendah, justru krn tingginga derajat keilmuan ini, sangat tdk pantas gelar pujangga ini saya pakai, dan memang saya bukan pujangga, hanya mengikuti apa yang mungkin tidak kalah bedanya dengan kerjaan seorang pujangga) sebuah nilai kebebasan berekspresi dari kondisi yang tercipta saat itu, menit itu dan detik itu.

Cinta telah kutabur, bersemi sungguh indah tak terperi
Namun, dengan cinta juga telah kumatikan perkembangbiakannya
Sebuah hitung-hitungan tak masuk di akal pedagang, siapa yang mau impas?
Tapi itu jauh lebih baik sebelum kerugian jatuh menimpanya
Akan lebih sakit kurasa!

Bagaimana mungkin kisah pecinta demikian sahdu menyayat hati?
Mungkinkah sang pecinta hanya mengisahkan dirinya dalam dunia imaginernya?
Hingga kalkulasi matematis pun tak mampu menerka seberapa real nominal cintanya?

Sebuah kemisterian cinta pun menjadi jawab atas teka-teki semua itu
Tak pernah ada cinta dari kekasih yang didampa
Tak pernah ada perhitungan seberapa real cinta itu dalam kalkulasi matematis
Tak ada setumpuk keberanian sebagaimana ada dalam kisah-kisah sang pejuang cinta yang rela menembus gelapnya malam dan rindangnya hutan untuk menemui cintanya
Lagi-lagi hampa tanpa batas akhir nafas kemerdekaan itu akan bisa diraihnya
Yang ada hanya sebuah kepasrahan tanpa kemauan untuk berbuat lebih

Namun satu yang tetap memberikannya kekuatan
Begitu adilnya Tuhan ciptakan sesuatu lengkap dengan stel pasangannya
Lagi-lagi misteri itu tak satu pun mampu mengungkap
Dengan kebesaran-Nya, kelak ketika sang bayu mampu menerobos celah-celah dinding keegoisan itu
Sebuah nafas kemerdekaan pun disandangnya
Meraih nafas kehidupan dengan apa yang banyak orang sebut “CINTA”

Kalau kita bahas dari kaidah ilmiah kesusatraan tentu buah pikir di atas, sudah sangat anomali dari kaidah pakemnya. Begitu bebas, menerjang rumus-rumus canggih yang telah di susun sedemikian rumit dan payahnya oleh para pujangga di blantika sastrawan-sastrawati hebat negeri ini. Nakal, tapi berani bereskpresi untuk menguak sedikit kejujuran hati. Bukankah ini jauh lebih positif kurasa? Lagi-lagi berlandas atas argumentatif mengasah kemampuan permainan emosional dengan kecocokan dalam diksi yang akan dipasangkan dalam kalimat. Bukan begitu? Jika kita mulai jujur dengan kehidupan ini, sungguh akan anda temukan sebuah keajaiban TUHAN dengan segala ciptaanNya. Dia telah menciptakan saya, anda dan kita semua dengan keanekaragaman cetakan yang berbeda untuk bersama menorehkan prestasi terbaik dalam ornament kehidupan yang begitu sementara ini. Dari kata dasar cinta, akan berkembang ke religi, atau Humanis mungkin. Tak pernah habis ide ketika coba terus kita asah dengan sebuah keberanian berexperimental...^_^

Dengan cinta aku bisa mengenalnya
Dengan cinta aku paksa untuk melupakan dan menghilangkannya

Mungkin akan ada kisah selanjutnya dari episode ini...?
Hanya waktu yang akan meng-endingkan dari skenario mozaik-mozaik anak manusia ini
Di tangan sang sutradara Maha handal dan Maha Dahsyat
Tuhan, aku bersimpuh di kaki-Mu...
Berikan yang terbaik dari Sisi-Mu
Khusus untuk-ku...

1 comment:

Anonymous said...

LuaR biaSaaaaa...Ukie suka banget sama syair2 di blog mba NuR (sYaiR bukan namanya? ;p). Bagussss... sedikit sama dengan pandangan ukie atas cinta, sedikit sama dengan apa yang ukie rasain atas cinta....hehehe...(ga mau banyak2)...(",)